menu
Close
SI MANUSIA TERCEPAT DI ASIA BAHAGIA SAMBUT PON XXI SUMUT-ACEH 2024

Pelaksanaan event-event olahraga akbar di tanah air acap kali membangkitkan kenangan akan kejayaan olahraga di masa lampau. Mulai pelaku atau atlet yang bertanding dengan prestasinya, hingga tokoh-tokoh pelaksana event yang selanjutnya meninggalkan warisan atau legacy untuk diikuti oleh generasi berikutnya, menarik untuk kembali dinapaktilasi.

Sama seperti pada pelaksanaan Pekan Olahraga Nasional (PON) XXI tahun 2024 dengan Aceh dan Sumatera Utara sebagai tuan rumah, ajang ini diharapkan bisa melahirkan para atlet berprestasi yang mampu untuk mengharumkan nama Indonesia, di kancah internasional, setidaknya di level Asia atau Asia Tenggara, mengulangi prestasi para atlet-atlet sebelumnya.

Khusus di Sumatera Utara sebagai salah satu tuan rumah PON XXI, jika mengingat siapa atlet yang meraih prestasi di ajang PON, tentunya tidak sedikit. Namun, jika prestasi ajang PON yang diraih mampu ditingkatkan dan menjadi prestasi pada ajang di atasnya seperti level Asia Tenggara atau Asia, nama atlet, kini mantan atlet yang satu ini pasti lebih familiar dibanding nama-nama lainnya.

Punya julukan 'Si Manusia Tercepat di Asia', sosok atlet yang merupakan putra kelahiran Sumatera Utara, tentu ingatan akan tertuju pada satu nama pelari yang termasyhur di masanya, Mardi Lestari.

Sekadar mengingatkan, pria dengan nama lengkap Afdiharto Mardi Lestari, mendapatkan julukan sebagai manusia tercepat di Asia. Julukan ini diberikan karena kehebatannya dalam menaklukkan lintasan lari jarak pendek pada perhelatan PON.

Mardi meraih medali emas pada PON di Jakarta tahun 1989 untuk lari 100 meter dengan catatan waktu 10,20 detik. Catatan waktu itu sekaligus memecahkan Rekor Asia yang sebelumnya dipegang oleh Li Tao dari RRC atau China dengan waktu 10,26 detik.

Rekor ini berhasil bertahan sampai 20 tahun sebelum akhirnya ditumbangkan Suryo Agung Wibowo pada 2009 dengan waktu 10.17 detik.

Pada PON XII tahun 1989, Mardi pun meraih medali emas pada nomor 200 meter. Sedangkan PON XIII tahun 1993 yang juga digelar di Jakarta, dia meraih emas intuk 100 meter dan 200 meter.

Sementara itu, rekor Mardi Lestari pada lari jarak 200 meter, yakni 21.47 detik, baru dipecahkan atlet Indonesia lainnya, Franklin pada Kejuaraan Atletik Yunior Asia, Juni 2008 dengan catatan waktu 21,44 detik.

Prestasi lainnya yang tidak kalah mengesankan adalah saat dia bertanding di Olimpiade 1988 di Seoul. Pada saat itu, Mardi mencatat waktu 10,32 detik yang sekaligus memecahkan Rekor Nasional sebelumnya yang dipegang oleh Purnomo dengan waktu 10,33 detik.

Mardi Lestari, melalui kerja keras dan keyakinan, berhasil menembus babak semifinal pada Olimpiade 1988 di Seoul, Korea Selatan. Ia menjadi orang Indonesia kedua yang mencapai babak semifinal dalam cabang atletik lari, setelah Purnomo yang mencapai prestasi serupa pada Olimpiade 1984.

Dalam Olimpiade 1988, Mardi bersaing dengan tiga pelari top dunia: Ben Johnson, Carl Lewis, dan Calvin Smith. Akhirnya, Carl Lewis dinobatkan sebagai yang tercepat setelah Ben Johnson didiskualifikasi karena doping. Mardi menembus semifinal Olimpiade 1988 Seoul di cabang lari 100 meter putra. Saat itu, dia berada di peringkat ketujuh dengan catatan waktu 10.39 detik.

Dia berhasil menyabet medali emas pada tiga event SEA Games berturut-turut, yakni 1989 (Kuala Lumpur) Mardi berhasil menyabet dua emas dari cabor lari 100 M dan 200 M. Tahun 1991 di Manila, Mardi pun mengulang kesuksesannya dengan meraih emas cabang lari 100 M. Terakhir, emas kembali ditorehkan pada ajang yang sama di Singapura 1993.

Setelah pensiun sebagai atlet, ayah tiga anak yang kini memiliki tiga orang cucu ini selanjutnya bekerja di BPDSU (Bank Pembangunan Daerah Sumatera Utara) yang telah berganti nama menjadi Bank Sumut. Sempat terlibat di pengembangan cabang olahraga atletik khususnya lari sprint di Sumut, selanjutnya dirinya sempat menghilang lantaran sakit.

Ditemui di kediamannya di Jalan Gunung Jaya Wijaya, Binjai Selatan, Kota Binjai, Sumatera Utara, baru-baru ini, pria yang kini telah pensiun dari rutinitas sebagai pegawai sekitar dua tahun lalu, kebetulan sedang tertidur.

"Saya agak kurang enak badan, jadi saya tidur sebentar. Lagian, saya memang masih dalam tahap pemulihan. Alhamdulillah sekarang sudah lebih sehat," ujarnya setelah bangun, menyapa dari karpet yang terbentang di ruang tamu rumahnya dengan mengenakan sarung, bertelanjang dada.

Saat disambangi di rumahnya, Mardi Lestari memang terlihat lebih kurus dari biasanya.  dengan raut wajah yang masih agak lemas. Namun, masih dibalut tubuh cukup kekar di usianya yang 57 tahun dengan warna kulit sawo matang, tapi mulai terlihat keriput karena usia.

Bahkan menurutnya, sebelumnya, dia jauh lebih kurus, terutama saat masih sakit hingga mulai pulih sekitar setahun lalu.

"Ada sekitar dua tahun saya sakit, kalau ditanya penyakit apa, tak usah saya beberkan lah, karena banyak. Alhamdulillah setahun ini sudah mulai pulih dan sudah bisa beraktivitas," kata suami dari Keti Retnawati, 49 tahun.

Diakuinya, saat sakit, dia memutuskan untuk tidak terlalu bergaul. "Saya berobat ke banyak tempat, mulai pengobatan medis sampai alternatif saya jalani. Saya ingin sembuh jadi fokusnya berobat saja, sampai nomor telepon lama pun saya matikan hapenya, walaupun nomornya masih aktif," kata pria yang memiliki tiga cucu itu.

Obrolan dengan Mardi Lestari pun mengalir ke berbagai hal, mulai aktivitas kesehariannya saat ini, hingga terkait perjuangan Sumut yang berhasil menjadi tuan rumah PON XXI bersama Aceh, dia mengaku terus memantaunya. Apalagi, sebelumnya, Sumut menjadi tuan rumah PON pada 1953, pada kali ketiga penyelenggaraan PON, dan baru kembali jadi tuan rumah 71 tahun setelahnya.

"Soal keinginan Sumut jadi tuan rumah PON, sebenarnya sudah jauh-jauh hari dimohonkan ke pusat. Mulai waktu Pak Gus Irawan Pasaribu menjadi Ketua KONI Sumut (periode 2007–2011 dan 2011–2014), kami sudah minta jadi tuan rumah PON. Tapi karena satu dan lain hal, baru terealisasi pada 2024 ini. Ya, bagaimana pun harus kita syukuri," ungkapnya.

Menurutnya, penetapan Sumut dan Aceh sebagai tuan rumah PON XXI 2024 menarik, lantaran menjadi sejarah baru bahwa PON diselenggarakan di dua daerah yang berbeda.

Namun, penyelenggaraan PON yang hanya terpaut beberapa bulan jelang pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2024, membuat panitia pusat maupun lokal harus bekerja ekstra keras menyukseskan event akbar olahraga tanah air dan event bersejarah di Sumut ini.

"Penyelenggaraannya (PON) kan hampir bersamaan dengan Pilkada 2024, jadi gaungnya kurang terasa. Dengan begitu, semua stakeholder harus kerja keras untuk bisa menyukseskan PON ini, jangan cuma berlalu begitu saja, tidak membekas," ucap pria yang lahir di Binjai, 19 Januari 1967.

Mardi Lestari berharap bisa menyaksikan langsung perhelatan PON XXI 2024 yang sebagian pertandingan akan digelar di berbagai venue di kabupaten/kota di Sumut. Dia mengaku siap untuk memberikan sumbangsih setidaknya pemikiran terkait penyelenggaraan PON 2024 ini.

"Ya, mudah-mudahan saya bisa cepat pulih, lebih sehat dari ini, karena saya ingin menyaksikan langsung pertandingan di PON nanti, datang ke venue pertandingan, mungkin diundang panitia atau bagaimana. Kalau ada yang minta pendapat saya, saya bisa bantu, paling tidak ide, pemikiran sebagai seorang yang pernah menjadi pelaku olahraga," pungkasnya.

Berita Lainnya
Previous
Next