menu
Close
BICARA SENAM INDONESIA, PASTI BICARA JONATHAN SIANTURI

SENAM Indonesia melahirkan berderet atlet hebat. Mulai dari Since Timisela, Eva Butar Butar, Esther Natalia, Woro Endah, Wuri Lilawati, hingga Rifda Irfanaluthfi. Tapi, dunia senam Indonesia tak akan pernah bisa dilepaskan dari nama Jonathan Mangiring Paringhotan Sianturi.

Senam Indonesia begitu identik dengan Jonathan Sianturi. Jika bicara senam, ingatan orang pasti akan tertuju pada nama Jonathan Sianturi. Bukan yang lain. Senam ya Jonathan Sianturi. Tidak bisa tidak.

Namanya bahkan tak sekadar menjadi bagian senam Indonesia. Jonathan Sianturi juga merupakan sejarah bagi senam Indonesia. Dialah ikon senam Indonesia. Dialah ikon kejayaan senam Indonesia.

Dunia senam Indonesia memang pernah begitu berjaya. Tepatnya pada era 80-an hingga 90-an. Waktu itu, senam selalu menjadi salah satu lumbung medali emas bagi kontingen Indonesia di setiap kali perhelatan SEA Games.

Dan nama Jonathan Sianturi menjadi ikon kejayaan senam Indonesia kala itu. Jonathan begitu jago hampir di semua nomor senam. Seperti nomor lantai, gelang-gelang, kuda pelana, atau palang tunggal. Prestasi demi prestasi disumbangkannya untuk Merah Putih.

Sejak keikutsertaannya di SEA Games 1985 di Thailand hingga SEA Games 2001 di Malaysia, Jonathan tidak pernah absen menyumbangkan medali.

Hanya pada SEA Games 1985 dan SEA Games 1991 Filipina saja, dia tidak mempersembahkan medali emas untuk Indonesia. Pada dua edisi SEA Games tersebut, Jonathan hanya mampu meraih satu medali perunggu. Pada SEA Games1985, Jonathan masih terbilang bau kencur. Itu SEA Games pertamanya. Usianya baru 14 tahun. Sedang pada SEA Games 1991, tulang fibula kirinya patah pada dua bagian.

Namun, di luar dua SEA Games tersebut, Jonathan selalu menyumbang medali emas. Dia hampir selalu membawa pulang lebih dari satu medali emas. Pada SEA Games 1997 di Jakarta, bahkan Jonathan mampu mendulang lima medali emas.
Kalau diringkas, Jonathan berhasil menyumbangkan 14 medali emas SEA Games untuk Indonesia. Koleksi medali emasnya di tingkat nasional juga begitu banyak. Jonathan berhasil mengoleksi 26 medali emas di Pekan Olahraga Nasional (PON).

”Senam itu sudah menjadi irama hidup saya. Senam merupakan tempat saya berkarya," ungkap Jonathan pada suatu waktu.

Jonathan berkenalan dengan senam saat usianya enam tahun. Sang ayah, Oloan Sianturi, yang mengenalkannya di gedung olahraga di kawasan Jalan Sabang, Jakarta. Di gedung itu, Jonathan mulanya dikenalkan pada karate dan renang. Lalu senam. Dari perkenalan tersebut, senam yang kemudian begitu memikat hatinya. Jonathan pun fokus berlatih senam.

Tapi, fokusnya tak selalu seratus persen. Rasa bosan dan keinginan berhenti selalu muncul. Jonathan ingin menjalani hari-hari seperti anak-anak pada umumnya. Bermain, bermain, dan bermain. Bukan berlatih, berlatih, dan berlatih. Kalau sudah begitu, berbagai cara dilakukan orang tuanya untuk membujukkan agar tetap mau berlatih.

Dan Jonathan selalu terbujuk oleh rayuan sang orang tua. Bahkan, setelah dibujuk, dia semakin giat berlatih. Hasilnya, pada usia 14 tahun, di tahun 1985, Jonathan dipercaya menjadi bagian kontingen DKI Jakarta di PON dan masuk kontingen Indonesia di SEA Games.

Sejak itu, namanya selalu menjadi bagian dari kontingen Indonesia. Jonathan mengakhiri perjalanannya di SEA Games 2001. Dan dia mundur dari arena selepas PON 2004. Setelah mundurnya Jonathan, senam Indonesia ternyata ikut mundur. Senam pun bukan lagi menjadi salah satu lumbung produktif kontingen Indonesia.

Kondisi itu menggerakkan Jonathan untuk kembali ke gelanggang. Bukan sebagai atlet. Dia memutuskan untuk menjadi pelatih. "Saya ingin melihat senam memberi sumbangsih positif bagi Indonesia di multieven olahraga internasional, melebihi apa yang dulu pernah saya lakukan,” ujarnya. (*)

Berita Lainnya
Previous
Next